CATETAN TH. 1946
1
|
Ada tanganku, sekali akan jemu
terkulai,
|
|
2
|
Mainan cahya di air hilang
bentuk dalam kabut,
|
|
I
|
3
|
Dan suara yang kucintai kan
berhenti membelai
|
4
|
Ku pahat batu nisan sendiri dan
kupagut
|
|
5
|
Kita – anjing diburu – hanya
melihat sebagian sandiwara
|
|
6
|
sekarang
|
|
7
|
Tidak tahu Romeo & Yuliet
berpeluk di kubur atau di ranjang
|
|
II
|
8
|
Lahir seorang besar dan
tenggelam beratus ribu
|
9
|
Keduanya harus dicatat, keduanya
dapat tempat
|
|
10
|
Dan kita nanti tiada lagi, sawan
diburu
|
|
11
|
Jika bedil sudah disimpan, cuma
kenangan berdebu
|
|
III
|
12
|
Kita memburu arti atau
diserahkan kepada anak lahir sempat,
|
13
|
Karena itu jangan mengerdip,
tetap dan penamu asah,
|
|
14
|
Tulis karena kertas gerdang,
tenggorakan kering sedikit demi sedikit mau
|
|
15
|
basah!
|
Parafrasa
Si aku menyadari bahwa ada saatnya tangannya dan
tubuhnya tidak berdaya, lemas dan tidak dapat melakukan apa- apa, seperti orang
mati. Pandangan si aku juga sudah tidak jelas seperti dulu lagi. Bahkan orang-
orang yang disayanginya pun pergi meninggalkannya sendiri. Karena semua orang
sudah pergi, ia hidup sendiri. Sampai si aku harus memahat batu nisannya sendiri
dan mengubur jasadnya bila si aku mati karena tidak ada orang lain yang akan
melakukan itu semua kepadanya saat si aku mati nanti. Dan si aku akan terus
hidup dalam ketakutannya, ia juga melihat dan menganggap kehidupan yang
dijalani hanyalah seperti sebuah sandiwara. Hidupnya juga penuh dengan ketidak pastian.
Diibaratkan seperti saat berperang, muncul tokoh
yang menjadi pahlawan dan membunuh lawan- lawannya. Dan semuanya itu harus
dikenang dan harus ada tempat di hati si aku. Sehingga hidup si aku tidak lagi
dalam ketakutan. Saat peperangan itu usai, si aku tidak akan begitu saja
melupakan peristiwa itu, ia akan selalu ingat kenangan pahit itu.
Harus mengisi kekosongan dengan hal yang positif dan
harus memberi kesempatan kepada generasi penerusnya. Tetapi walaupun si aku
sudah mempercayakan kekosongan itu kepada generasinya, ia harus tetap ikut
berjuang dan tetap waspada. Mari isi kekosongan dalam hidup dengan satu tekad
untuk kerja keras dan menunjukkan prestasi
yang baik.
1
Klasifikasi Bentuk Puisi
1.1 Bunyi
a.
Sajak Asosiansi bentuk vokal “i”
Dan suara
yang kucintai kan berhenti membelai
Dan kita nanti tiada
lagi, sawan diburu
b.
Sajak Aliterasi
·
Bentuk konsonan “t”
Keduanya
harus dicatat, keduanya harus dapat tempat
·
Bentuk konsonan “r”
Lahir
seorang besar dan tenggelam beratus ribu
Tulis karena
kertas gersang, tenggorokan kering sedikit mau
basah!
Sajak- sajak ini berfungsi untuk memperdalam ucapan dan
menimbulkan rasa (mempertegas makna dari kata- kata tersebut). Yang paling
dominan adalah sajak aliterasi dengan kemunculan sebanyak 9 dengan konsonan “r”
dalam 2 baris puisi.
1.2 Kata dan Kosa Kata
a. Pemilihan kata (diksi)
·
“Mainan cahya di air hilang bentuk dalam kabut”
Kata cahya yang sebenarnya berasal dari kata cahaya. Berfungsi untuk
memperindah (imajinasi estetik).
·
“Ku pahat batu nisan sendiri dan kupagut”
Kata kupagut yang memiliki arti
memeluk dengan erat ini, dalam puisi ini berfungsi untuk mewakili curahan
perasaan dan pikiran.
b.
Kosa kata
·
”Jika bedil sudah disimpan, cuma kenangan berdebu”
Kata bedil merupakan kosa kata yang menggunakan bahasa sehari- hari yang
artinya senjata (salah satu alat perang).
1.3 Citraan
Ada tanganku, sekali akan jemu terkulai,
(Kinaesthetic imagery)
Mainan cahya di air hilang bentuk dalam kabut,
(Visual imagery)
Dan suara yang kucintai kan berhenti membelai
(Kinaesthetic imagery)
Ku pahat batu nisan sendiri dan kupagut
(Kinaesthetic imagery)
Kita –
anjing diburu – hanya melihat sebagian
sandiwara
sekarang (Visual imagery)
Tidak tahu
Romeo & Yuliet berpeluk di kubur atau
di ranjang
(Kinaesthetic imagery)
Lahir seorang besar dan tenggelam beratus ribu
(Kinaesthetic imagery)
Keduanya harus dicatat, keduanya dapat tempat.
(Kinaesthethic imagery)
Dan kita
nanti tiada lagi sawan diburu
(Kinaesthethic imagery)
Jika bedil sudah disimpan, Cuma kenangan
berdebu
(Kinaesthetic imagery)
Kita memburu arti atau diserahkan
kepada anak lahir sempat,
(Kinaesthetic
imagery)
Karena itu
jangan mengerdip, tetap dan penamu asah,
(Kinaesthetic imagery)
Tulis
karena kertas gersang, tenggorokan kering
sedikit
basah! (Tactual imagery)
1.4 Simbol
a.
Tangan
|
melambangkan
|
kekuatan
|
b.
Batu nisan
|
melambangkan
|
kematian
|
c.
Anjing diburu
|
melambangkan
|
ketakutan
|
d.
Romeo dan Yuliet
|
melambangkan
|
hidup
seperti sandiwara
|
e.
Bedil
|
melambangkan
|
peperangan
|
f.
Penamu
|
melambangkan
|
terus
berkarya
|
g.
Kertas gersang
|
melambangkan
|
kekosongan
|
1.5 Baris
Enjamblement
·
Kita – anjing diburu – hanya
melihat sebagian sandiwara
sekarang
·
basah!
1.6 Gaya Bahasa
a. Pada baris : ”Ada tanganku, sekali
akan jemu terkulai” menggunakan majas
perbandingan sinekdoki pars pro toto
(menyebutkan untuk keseluruhan) yaitu “tangan” untuk menyatakan keseluruhan
diri si aku yang jemu terkulai menggambarkan si aku tak berdaya lagi.
Dipergunakan itu karena tangan itu merupakan pusat kekuatan bekerja. Jika
tangan terkulai berarti orang sudah tidak dapat bekerja dan berusaha lagi.
b. Pada baris : “Dan suara yang
kucintai kan berhenti membelai” juga merupakan majas perbandingan sinekdoki
pars pro toto menyatakan orang yang memiliki suara itu, yaitu orang-orang
yang dicintai si aku. Orang yang dicintai si aku sangatlah berarti, sampai saat
orang- orang itu menghilang, seakan si aku tidak memperoleh suatu kehidupan
lagi karena si aku sangat merasa kehilangan.
c. Retorika hiperbola “jangan mengerdip” untuk menyatakan
berusaha penuh perhatian dan terus-menerus sehingga mata pun tidak berkedip.
d.
Metaforik dan hiperbolik “kertas gersang” untuk menyatakan kehidupan
yang kosong dicitra-visualkan dan dikiaskan.
1.7 Tipografi
Puisi ini terdiri dari 3 bait dan
mempunyai 15 baris (larik) termasuk didalamnya terdapat 2 enjamblement.
2.
Klasifikasi Isi Puisi
2.1 Nada dan Suasana
Suasana Menyedihkan
|
pada
baris
|
3
|
”Dan
suara yang kucintau kan berhenti membelai”
|
||
4
|
“Ku
pahat batu nisan sendiri dan kupagut “
|
||||
Suasana Penegangkan
|
pada
baris
|
5
|
|
||
7
|
“Lahir
seorang besar dan tenggelam beratus ribu”
|
2.2 Intension
Kita manusia adalah makhluk
sosial, yang sudah di kodratkan hidup berdampingan dengan manusia lain. Akan
tetapi dalam puisi ini di gambarkan secara nyata, bahwa ada saatnya kita akan
hidup sendiri tanpa ada orang lain disamping kita. Mungkin itu merupakan petaka
bagi setiap insan manusia karena harus merasakan kesendirian, kesepian yang
teramat dalam. Apa yang dialami manusia, pada dasarnya sudah ditentukan oleh
Tuhan. Dan Tuhan punya rencana buat hidup kita awal sebelum kita tercipta.
Tidak akan kita menghadapi perkara yang jauh dari kemampuan kita. Kita tidak
boleh menyerah dan terpuruk dalam perkara yang kita hadapi.
2.3 Pesan
Suatu keberhasilan berasal dari
apa yang telah kita perbuat. Tanpa adanya suatu tindakkan aktif dari kita, kita
mustahil akan mendapatkan keberhasilan itu. Butuh
suatu keinginan untuk terus
berjuang. Karena dengan keinginan atau tekad yang kuat secara otomatis dalam
diri kita akan muncul suatu kekuatan yang menggerakkan hati dan pikiran kita
untuk terus berjuang untuk sesuatu yang kita pertahankan atau perjuangkan.
2.4 Tema
Perjuangan
3.
Hubungan antara Bentuk dan Isi Puisi
Disini
unsur bentuk dan isi puisi saling terkait atau berhubungan satu dengan yang
lain. Dengan adanya unsur bentuk ini, kita dengan mudah mengerti apa isi puisi
itu. Contohnya dengan kita memahami simbol dan pencitraan yang ada dalam puisi
itu kita akan mengerti makna dari larik (baris) puisi tersebut atau setidaknya
dapat membantu kita untuk memahami makna di balik puisi tersebut. Jadi dapat
disimpulkan bahwa antara bentuk dan isi puisi saling melengkapi dan tidak dapat
dipisahkan.
KESIMPULAN
Puisi
Catetan Th. 1945 ini memiliki keunikan dalam penyampaian makna dibalik setiap
kata dan kalimatnya. Kalau kita menganalisis puisi ini, mungkin satu dengan
yang lain akan memiliki perbedaan. Makna dari puisi ini dapat ditinjau dari
segala segi atau aspek kehidupan. Dan ada beberapa kata yang digunakan dan itu
sulit untuk dimengerti apa maksud dari kata tersebut. Itulah keunikan dari
puisi ini.
Nilai
estetika dari puisi ini terdapat pada bunyi dan pemilihan katanya yang
mempunyai kesan indah baik didengar ataupun saat dibacakan. Disamping itu puisi
ini juga ada nilai moralnya, puisi ini dapat memupuk rasa nasionalisme.
1 komentar:
Bagus. . .tq y mba atas info nya. Klo bisa sekalian ama sejarah dn tujuan dari dicptkn puisi ini.
Posting Komentar