Permberian
Yang Terindah
Mengawali hari itu dengan termangu pada cendela kamarku. Sejak bunda pergi, hanya aku dan ayah
yang tinggal di sini. Rumah
kecil, sederhana, dan sampingnya ditumbuhi pohon
singkong yang sering kami makan sebagai pengganti nasi ketika tidak ada sepeserpun uang yang dimiliki ayah. Aku sadar hidupku
berbeda dari teman-teman sebayaku. Aku tidak begitu
beruntung jika dibandingkan dengan mereka. Namun aku tetap menatap masa depanku, sekalipun belum tentu
aku bisa meraihnya. Orang tuaku adalah inspirasi
hidupku. Mereka selalu mengajarkanku untuk hidup sederhana, sekalipun dalam kekurangan
selalu mengucap syukur.
Aku
bangga di lahirkan di keluarga kecilku ini.
Bagiku kepergian bunda adalah awal petaka dalam hidupku. Seperti sumbu
yang habis terlalap oleh api. Tidak ada cahaya kehidupan. Hanya kekosongan yang penuh
piluh, aku rasakan. Tidak ada
belaian mesra yang membelai rambut panjangku. Tak ada malam yang penuh
kehangatan, di mana aku terlelap
tidur dalam pangkuan hangatnya usai berkeluh kesah tentang hidupku.
“Aku kangen
Bunda, Yah,” kataku mendekati ayah.
“Doakan Bunda di sana, Nak,” kata ayah sambil
memelukku.